Return to site

Kesalahpahaman Yang Ditemukan Dalam e-Learning

· e-Learning Indonesia

Salah paham atas sesuatu hal yang baru tentu bisa terjadi dalam hal apa pun dan tidak menutup kemungkinan terjadi dalam dunia pendidikan dalam hal ini adalah e-Learning. Ada beberapa mitos yang dianggap sebagai alasan bahwa menjalankan pendidikan melalui e-Learning tidak akan menghasilkan kualitas pembelajaran yang baik. Beberapa hal ini adalah kesalahpahaman dalam e-Learning yang patut kami luruskan kembali.

 

1. Belajar melalui metode online hanya menghabiskan waktu

Belajar melalui metode online dianggap hanya akan menjadi proses pembelajaran yang membuang-buang waktu. Anggapan ini tidak salah memang, karena mindset utama ketika pelajar membuka laptop maupun smartphone adalah untuk hiburan semata. Namun, dengan menggunakan sistem manajemen pembelajaran yang baik, metode pembelajaran e-Learning memberikan solusi yang sangat tepat untuk pelajar dan pengajar.

 

2. Membutuhkan biaya lebih bagi wali murid

Ketika kampus membuat program pembelajaran baru, umumnya akan menambah biaya yang harus dikeluarkan oleh wali murid. Padahal, tanpa menarik biaya terhadap wali murid, metode pembelajaran e-Learning tetap dapat dilakukan oleh pihak kampus. Bahkan ketika pihak kampus meminta biaya untuk pembelajaran e-Learning, pada akhirnya penarikan biaya untuk buku pelajaran akan lebih ditekan. Hal ini terjadi karena materi yang awalnya hanya bisa didapat melalui buku kini sudah bisa diakses melalui sistem e-Learning.

 

3. Harus mengembangkan aplikasi

Umumnya, pengajar atau pejabat kampus beranggapan bahwa untuk menjalankan metode pembelajaran e-Learning, mereka harus mengembangkan aplikasi sendiri. Kenyataannya, pengembangan aplikasi untuk mendukung e-Learning merupakan layanan tambahan yang bisa dilakukan atau bahkan dikesampingkan. Karena, sistem LMS dapat digunakan hanya dengan menggunakan browser pada desktop/laptop dan juga pada browser yang ada di smartphone. Aplikasi ini disebut dengan sistem LMS berbasis web. Namun, jika pihak kampus ingin mengembangkan aplikasi baik aplikasi desktop dan smartphone, itu adalah hak mereka yang tentunya akan memberikan pengalaman tersendiri bagi pengajar dan pelajar.

 

4. Membutuhkan pengajar tambahan yang menguasai teknologi

Pengajar dan pelajar saat ini sudah sangat familiar dengan aplikasi dan website. Jika pihak kampus/sekolah beranggapan bahwa harus merekrut pengajar tambahan yang menguasai teknologi tentu ini adalah kesalahan fatal. Pasalnya, ketika pihak kampus sudah mengimplementasikan sistem LMS, yang dibtuhkan hanyalah memberikan pelatihan pada pengajar dan pelajar. Tak butuh waktu lama untuk memberikan pelatihan ini. Jika Anda menggunakan sistem dari penyedia seperti Brightspace Indonesia, Anda dapat meminta tim penyedia untuk memberikan pelatihan kepada pengajar dan pelajar agar mereka paham bagaimana menggunakan sistem pembelajaran e-Learning dengan benar.

Ilustrasi (c) Unsplash.com